HUBUNGAN ANTARA KONSTRUKSI DENGAN IUS CURIA NOVIT
Telah kita ketahui bersama bahwa seorang hakim yang notabene bukan seorang professor hukum, pada hakikatnya harus selalu tampil sebagai seorang ilmuan yang “generalis” (sebagian menguasai seluruh bidang hukum, entah hukum pidana, perdata, tata usaha Negara,tata Negara, islam , hjat dan lainnya), harus menyelesaikan penulisan opininya dalam wujud “putusan hakim” atau yang sering juga dikatakan putusan pengadilan
Dengan menelusuri sejarahya, ternyata ketentuan yang tercantum dalam pasal 16 UU a quo , bukan hanya merupakan ketentuan umum (algemene norm), melainkan merupakan asas yang dianut secara universal dalam system peradilan. Oleh karena itu tepat sekali pembuat undang – undang memanfaatkan pasal 16 itu dibawah bab II denagn berjudul badan peradilan dan asasnya sebagai perbandingan Filipina mencantumkan asas itu dalam Yhe Civil Code Of The Philipines Article 9 yang berbunyi. : no judge or court shall decline to render judgement by reason of the silence, obscurity or insufficiency of the laws”
Menimbang bahwa dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa asas “pengadilan tifak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas”. Sama sekali tidak bertentangan dengan jaminan bagi setiap orang untuk memperoleh kepastian hukum, sebaliknya asas itu justru memperkukuh pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, sebagaimana tercantum dalam pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Menimbang bahwa kalaupun benar nggapan pemohon bahwa pemohon telah mengalami kerugian dengan adanya beberapa putusan pengadilan yang tidak konsisten , kerugian tersebut bukan disebabkan oleh berlakunya pasal 26 UU a qua , melainkan oleh perbedaan penafsiran dan penerapan hukum yang dilakukan oleh pengadilan (hakim) menimbang bahwa dari uraian tersebut diatas tidak terbukti dadanya hak konstitusional pemohon yang dirugikan dengan berlakunya pasal 16 UU a quo, oleh karena itu pemohon tidak mempunyai legal standing untuk mengajukan permohonan harus dikatakan tidak adapat diterima.
Untuk mendekatkan putusan hakim dengan rasa keadilan , maka hakim tidak boleh hnaya sekedar menerapkan bunyi suatu kaidah hukum. Hakim harus memahami secara sungguh – sungguh kandungan makna dan tujuan suatu kaedah . dengan demikian dapat menentukan apakah perbedaan penerapannya akan memberi keadilan atau tidak. Dengan kata lain untuk mendekati rasa keadilan, hakimdalam perkara pidana, perdata, atau administrasi tidak boleh hanya berorientasi pada pengertian dan pendekatan formal. Fakta – fakta dan kebenaran yang bersifat materiil dan menjadi bahan menemukan hukum yang tepat.
BAGIKAN KE TEMAN ANDA