Eksepsi adalah keberatan yang diajukan terdakwa dan atau penasehat hukumnya terhadap syrat hukum formil, belum memasuki pemeriksaan hukum materil. Pengajuan eksepsi diberikan kepada terdakwa setelah jaksa penuntut umum selesai membacakan surat dakwaan. Majelis hakim akan menanyakan dan memberi kesempatan kepada terdakwa atau penasehat hukum apakah terdakwa akan menanggapi / keberatan terhadap dakwaan jaksa penuntut umum ataukah dalam bentuk eksepsi.
Bila terdakwa atau penasehat hukumnya tidak mengajukan keberatan / tanggapan terhadap surat dakwaaan maka persidangan akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi.
1. Pengadilan tidak berwenang mengadili perkara, meliputi :
- Keberatan tidak berwenang mengadili secara relatif (competentie relatif)
- Keberatan tidak berwenang secara absolute (competentieabsolute)
2. Dakwaaan tidak dapat diterima, antara lain :
- apa yang didakwakaan terhadap terdakwa bukan tindak pidana kejahatan atau pelanggaran
- apa yang didakwakaan kepada terdakwa telah pernah diputus dan telah mempunyai kekutan hukum tetap (nebis in idem)
- apa yang didakwakaan kepada terdakwa telah lewat waktu atau kadaluarsa
- apa yang didakwakaan kepada terdakwa tidak sesuai dengan tindak pidana yang dilakukannya
- apa yang didakwakaan kepada terdakwa bukan merupakan tinda pidana akan tetapi termasuk perselisihan perdata
- apa yang didakwakaan kepada terdakwa adalah “tindak pidana aduan” atau “klacht delicten”, sedang orang yang berhak mengadu tidak pernah menggunakan haknya.
3. Surat dakwaan harus dibatalkanm,
dalam hal ini karena tidak memenuhi syarat formil seperti yang ditentukan pasal
143 ayat 2 huruf a.
Sebenarnya eksepsi mengenai surat dakwaan tidak membawa efek, karena andai kata dakwaan ditolak jaksa penuntut umum masih bisa memperbaiki kembali karena belum memeriksa pokok perkara. Kecuali bilamana “putusan pembatalan surat dakwaan” setelah selesai pemeriksaan materi perkara oleh pengadilan negeri atau putusan pengadilan tinggi ata putusan Mahkamah Agung. ngr�� a� �00}��p�a putusan Mahkamah Agung.
Berkaitan dengan pemeriksaan saksi menurut Yurisprudensi MARI NO. 1691K/Pid/1993 tanggal 20 Maret 1994 : Tiada manfaatnya menghadirkan dan mendengarkan keterangan para saksi sebanyak-banyaknya yang secara kwantitatif telah melampaui batas minimum pembuktian, namun secara kualitatif tidak dapat dipakai sebagai alat bukti yang dapat membuktikan kesalahan terdakwa, sesuai dengan yang diatur ex pasal 185 (4), (6) KUHAP.
Berkaitan dengan barang bukti menurut MARI No. 115K/Kr/1972 tanggal 23 Mei 1973 yaitu Yang dimaksud dengan barang bukti dalam persidangan ialah barang bukti yang resmi diajukan oleh jaksas kepada hakim dalam persidangan.
BAGIKAN KE TEMAN ANDA