Pembaharuan Hukum Pidana
· Tokoh penting dalam pembaharuan hukum Pidana, diantaranya adalah Sudarto, Barda Nawawi.
· Nama asli KUHP yaitu Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie/WvSNI.
· Kodifikasi tahun 1915, unifikasi tahun 1918, tahun 1946 dengan UU No 1 berubah menjadi KUHP.
· Hal-hal yang bertentangan dengan kedudukan RI sebagai negara merdeka dihapuskan, seperti ; perbudakan, pengemisan dan gelandangan, dan perang tanding.
· Dengan UU No. 20 tahun 1946 pemerintah RI memasukan jenis pidana baru, yaitu pidana tutupan yang khusus ditetapkan bagi para politikus yang saat itu menentang pemerintahan dwi tunggal. Pidana ini hanya berlaku sampai tahun 1958 yaitu berdasarkan UU No. 73 tahun 1958 tentang unifikasi Hukum Pidana materiil oleh karena saat itu di Indonesia ada 2 KUHP yaitu : KUHP untuk RI dengan ibukota Yogyakarta dan KUHP Federal dengan ibukota Batavia. Dualisme ini berakhir tahun 1958 dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 73 Tahun 1958 tersebut.
· Pada tahun 1960 muncul UU No. 1 Tahun 1960, 3 pasal kejahatan yaitu 359 dan 360 tentang menyebabkan mati atau luka-luka karena kealpaan, dan pasal 180; dari 1 tahun penjara menjadi 5 tahun penjara, dari kurungan 9 bulan menjadi kurungan 1 tahun. Dengan Perpu No. 16 tahun 1960, pidana denda dilipatgandakan.
· Ada 3 sasaran pembaharuan Hukum Pidana antara lain :
1. Hukum Pidana materiil (KUHP) belum tuntas karena belum memiliki apa yang disebut dengan hukum nasional.
2. Hukum Pidana formil (KUHAP) sudah tuntas dengan keluarnya UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
3. Hukum pelaksanaan pidana sudah tuntas dengan keluarnya UU No. 12 tahun 1995 tentang Lapas (Lembaga Pemasyarakatan).
· Dari 3 sasaran tersebut menggambarkan bahwa pembaharuan tidak berjalan secara sistematis. Cara untuk melakukan pembaharuan biasanya dengan cara kriminalisasi yaitu menciptakan tindak pidana baru baik yang diselipkan dalam KUHP atau yang dibuat khusus dalam KUHP yang semula tidak ada dalam KUHP.
· Prof. Muladi menyatakan bahwa kriminalisasi sebagai cara pembaharuan Hukum Pidana bisa dilaksanakan melalui pilihan legislatif berupa evolusi dan kompromis.
· Evolusi yaitu menyelipkan pasal-pasal baru di dalam KUHP, contoh : dalam KUHP pasal 33 A (grasi), pasal 142 A, pasal 156 A, pasal 303 Bis, sedangkan yang dibuat di luar KUHP dengan UU misalnya: UU Korupsi, UU Tindak Pidana Ekonomi, UU Narkotika, UU Psikotropika, UU Senjata Api Gelap, dll. Kompromis yaitu menciptakan delik baru dalam KUHP dalam Bab baru tentang jenis kejahatan baru, yaitu Bab 31 A mengatur tentang kejahatan penerbangan dari pasal 479 A s/d 479 R
· AIasan—alasan pembaharuan Hukum Pidana (menurut Sudarto):
1. Alasan politis,
Jati diri negara merdeka dengan memiiiki KUHP nasional
2. Alasan sosiologis,
Memasukkan nilai-nilai sosial masyarakat Indonesia ke dalam KUHP.
3. Alasan kebutuhan praktis,
Kebutuhan untuk menunjang praktek, penafsiran/penerjemahan KUHP Belanda secara subjektif menghambat praktek.
BAGIKAN KE TEMAN ANDA